Kepercayaan kepada Dokter dan Internet ~ "I'm just a leaf,not a flower"
Kepercayaan kepada Dokter dan Internet | "I'm just a leaf,not a flower"

Kamis, 21 Juni 2012

Kepercayaan kepada Dokter dan Internet

Halloooooooo...lama sekali tidak berjumpaaaa.. =D
It's been so long, dan sekarang saya mencoba menulis postingan perdana dgn laptop yang berbeda dari yang sebelumnya. Buanyaaaakk hal yang terjadi beberapa bulan ini. Yah, nanti akan saya ceritakan kapan-kapan deh. Kalau yang paling aktual di minggu-minggu ini ya tak lain dan tak bukan Euro 2012 yang berarti semakin bertambahnya asupan kafein di dalam tubuh saya. Yes, I am a caffein junkie.. =D
Namun, selain Euro dan kafein, ada satu hal yang menonjol di kehidupan saya sehari, yang ga jauh-jauh dari kehidupan di klinik.

Alkisah pada suatu hari ada seorang bapak klien klinik kami menelpon saya. Sebelum menjadi klien kami, bapak tersebut menjadi klien seseorang yang mungkin sudah anda kenal sebelumnya di postingan saya sebelum-sebelumnya, yaitu dokter hewan Ingus meler. Bapak tersebut cukup gaul dikalangannya dan memiliki wawasan luas berdasarkan pergaulannya itu dan informasi yang didapat di internet.


Bapak X : Dok, kata temen saya kucing kalo abis lahiran harus minum antibiotik ya?
Me        : Umm, ga juga. Tergantung kasusnya kenapa. Kalo kaga kenapa-kenapa yang nggak dikasih antibiotik.
Bapak X : *masih ngeyel* Saya baca-baca di internet, kucing kalo abis dikawinin kan alat kelaminnya luka kan ya Dok. Nah untuk mencegah infeksi harus diminumin antibiotik juga ga?
Me        : Pak, kawin itu kan proses alamiah. Kenapa harus dikasih antibiotik? *sabar* --> padahal dalam hati pengen ngomong : Emang manusia kalo setiap kawin juga harus minum antibiotik???!!!!
Bapak X : Wah, tapi udah saya kasih tuh Dok. enaknya distop ato ngga ya Dok??
Me        : Lah ya terserah bapak, kan bapak yang kasih! Kalo menurut saya sih ga perlu itu. *masih sabar*
Bapak X : Lah saya baca di internet gitu sih dok, makannya kucing saya saya kasih antibiotik. Saya kan jadi bingung ni Dok.
Me        : Pak, percaya jangan sama internet. Percaya sama Tuhan. Musrik itu namanya!! *tetooottttt*

Well, itu salah satu kisah di minggu lalu. Untuk yang ter up to date, ada lagi kisah yang menyerupai kisah tadi. Alkisah ada seorang mbak-mbak pemilik kucing yang juga berwawasan "terlalu" luas. Kucing milik mbak-mbak tersebut sudah 2 kali diperiksa oleh dokter yang berbeda, yaitu saya dan partner saya, dan kedua pemeriksaan menunjukkan bahwa kucing tersebut baik-baik saja, hanya sedang dalam masa adaptasi pakan dan pemilik yang berbeda.

Mbak X : Dok, yakin kucing saya ga kenapa-kenapa?
Me       : Kalo dari pemeriksaan sih hasilnya normal semua mbak. Mungkin memang baru adapatasi, coba aja pakannya diterusin dulu.
Mbak X : Tapi Dok, saya baca-baca di internet, katanya kalo seperti itu berarti gejala kanker usus. Bener ga?
Me       : *tersulut akibat kata internet* Mbaaakk, jangan terlalu beriman ma internet, beriman ma Tuhan aja. Kalo emang dapet suatu info dari internet, selalu kroscek dengan orang-orang yang profesional di bidangnya. Kalo menurut saya berdasarkan hasil pemeriksaan sih ga menunjukkan ke arah situ, tapi kalo mbak kurang yakin, nanti saya rujuk ke tempat yang lebih lengkap untuk endoskopi. Biar bisa ketauan gimana keadaan di dalam ususnya.
FYI : kucingnya berdasarkan pemeriksaan sehat, buang air besar bagus, hanya kadang-kadang ada spot darah tapi tidak sering --> normal di karnivora pemakan daging

Dunia memang sudah berubah, kalo jaman dulu masyarakat mencari informasi kesehatan populer dari majalah-majalah kesehatan khusus, yang biasanya diasuh oleh para pelaku medis. Sekarang dengan akses internet, semua dapat mengoogling informasi yang ingin dia dapat, dan tidak ada yang dapat menjadi filter atas informasi-informasi tersebut. Semua orang, bahkan hanya dengan hape yang tentu saja dimiliki setiap orang, dapat menuliskan informasi dan menyebarkannya di masyarakat.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca tulisan tentang pro-kontra imunisasi pada anak oleh teman satu sekolahan saya, dr. Julian Sunan [link]. Tulisan itu dibuat dalam kerangka medis manusia. Inti dari tulisan tersebut adalah membahas pro-kontra imunisasi anak akibat banyaknya tulisan-tulisan di internet yang anti terhadap imunisasi. Akibat banyaknya tulisan-tulisan anti imunisasi tersebut, keresahan di kalangan para smart parents pun terjadi. Well, smart parents di sini adalah para orangtua gaul masa kini yang memiliki full akses terhadap informasi, termasuk yang ada di internet. Namun, dengan terlalu banyaknya informasi tersebut menjadikan kebimbangan bagi para smart parent untuk mana yang harus dipercaya, percaya dengan kaum dokter, atau percaya dengan internet. Saya sangat menyukai tulisan dr. Julian tersebut, karena dengan tulisan dan penyelidikan ala detektifnya tersebut selain sebagai bentuk client education, juga dapat membuka wawasan para smart parents agar lebih jeli dalam menyikapi banjir informasi.

Serupa dengan yang terjadi di ranah medis manusia, di ranah medis hewan juga banyak masalah yang membuat bingung bagi para smart owner [pemilik hewan yang berwawasan luas], dan hampir sama juga dengan masalah yang terjadi dengan para smart parents, smart owners ini bingung mana yang harus dipercaya, percaya dengan kaum dokter hewan, atau percaya dengan tulisan-tulisan di internet seperti kedua klien saya di atas tadi. 

Di sisi yang lain, kedua contoh klien tadi dan tulisan dr. Julian membuat saya berpikir, apakah sebegitu buruknya kah cara client education yang kami [para pelaku medis.red] lakukan, sehingga pasien-pasien dan klien-klien kami harus mencari "jalur alternatif" untuk mendapatkan informasi yang lebih mudah dicerna oleh mereka. Mungkin memang entah karena kebodohan kami [para dokter] atau kesombongan kami yang membuat cara kami menyampaikan informasi kurang dapat menjangkau masyarakat awam. Sebuah renungan yang menghantui saya minggu-minggu ini. Patut saya akui, sebagai dokter hewan komunikasi tidaklah mudah. Saya seringkali harus berfikir keras untuk menyelaraskan agar yang saya sampaikan dan ditangkap oleh klien sama dengan yang ada di dalam pikiran saya. Dan kadangkala hal tersebut tidak sinkron, seakan-akan saya dan klien berbicara dengan bahasa yang berbeda. Seringkali pula saya harus bersikap profesional dan melawan sifat dasar saya, yaitu kejudesan saya, dalam menyampaikan informasi, dan seringkali pula saya gagal seperti di 2 kasus di atas tadi. =D

Pada intinya, kami para dokter memang harus banyak bercermin [selain bercermin saat bermake up dan menata rambut sebelum bekerja] dan berlatih lebih banyak lagi untuk menyampaikan pengetahuan yang kami miliki agar dapat lebih dimengerti oleh para klien dan pasien, sehingga dengan harapan mereka tidak perlu mencari "Tuhan" lain di dalam internet. I need to learn more to communicate, sebuah topik yang akhir-akhir ini sering saya bahas dengan seorang kawan lama saya, n I think I do need that.

Akhir kata, bila ditanya sebaiknya percaya mana: percaya kepada kaum dokter, atau percaya kepada internet? Saya pastinya akan menjawab, "Percayalah hanya kepada Tuhan saja. Karena kesehatan Beliau yang memberi." =P
Please be a real smart people guys.. ;)

0 comments: