Pak Hasan, sosok tanpa eksploitasi kemiskinan ~ "I'm just a leaf,not a flower"
Pak Hasan, sosok tanpa eksploitasi kemiskinan | "I'm just a leaf,not a flower"

Kamis, 14 April 2011

Pak Hasan, sosok tanpa eksploitasi kemiskinan

Saya sangat benci acara-acara yang mengeksploitasi kemiskinan semacam acara yang menjebak orang untuk menolong,acara memperbaiki rumah dalam waktu sehari,ataupun acara yang menghadirkan seorang artis/model/orang metropolis yang menginap di desa tertinggal. Semuanya sangat klise,sang artis yang menjadi bintang tamu masuk ke rumah sang orang miskin,lalu menangis bercucuran air mata melihat keadaan rumah sang orang miskin ataupun prihatin pada saat melihat orang miskin tersebut bekerja atau melihat menu makan dari keluarga orang miskin tersebut. Lalu di ujung acara sang orang miskin tersebut mendapat hadiah yang berlimpah-limpah dari sang artis dan sponsor acara tersebut.

Ada lagi acara yang "menjebak" orang untuk menolong,namun dengan permintaan yang kadang tidak masuk akal. Kemudian banyak orang lewat yang tidak mau menolong,namun pada akhirnya ada seorang yang miskin berkekurangan namun malah mau membantu,tidak seperti orang-orang yang berlalu-lalang yang lain. Di ujung acara,orang miskin yang menolong tersebut mendapat hujan hadiah karena mau memberi pertolongan. Disaat dirinya sangat berkekurangan,namun dia masih mau membantu sesamanya, itu inti pesan moral dari acara tersebut. KLISE!!



Bahh,,sangat memuakkan!! Terlalu mengumbar air mata dan kesedihan untuk kedua acara yang pertama,dan terlalu men-judge orang untuk acara yang kedua. Dan semuanya mamiliki inti pesan yang sama,yaitu EKSPLOITASI KEMISKINAN. Sungguh sangat memuakkan!!!
Coba bayangkan bila anda menjadi orang miskin tersebut,suatu hari ada seorang kaya,artis ibukota yang datang ke rumah anda dan menangis melihat rumah dan menu makanan anda sehari-hari. Kalo saya jadi orang miskin tersebut,saya akan merasa sangat terhina,dan bisa-bisa saya usir dengan kejam artis ibukota itu. Hellooooo,,jelek-jelek gini rumahku kalee.... n se-ngga-enak-ngga-enak-nya makanan saya,itu buatan saya boookkk!!! Menangis = menghina hasil masakan saya,dan kalo hal tersebut terjadi pada saya,jangan salahkan ada cowek ato telenan melayang ke ertong ibukota tersebut.


Untuk acara yang kedua,semisal alkisah pada saat saya berjalan menuju tempat kerja saya,ada seorang bapak yang menawarkan se-tas kresek bawang seharga 50ribu rupiah yang katanya untuk membeli susu anaknya [scene yang sama seperti yang dipakai di acara tersebut],saya tentu saja ga serta-merta langsung membeli bawang tersebut. Hellooooooo,,hari gini bookkk!!! Kejahatan dimana-mana dan teror juga terjadi setiap hari. Siapa berani jamin tas kresek itu berisi bawang beneran bukan ganja,siapa jamin bapak tersebut berniat menjual bawang doang bukannya merampok saya. Ini Jakarta man!! Jangan mudah percaya dengan orang yang tidak kau kenal,itu yang terus saya tanamkan. Well,saya pernah menjadi korban kejahatan di jalanan,jadi jangan heran kalo ntar muncul wajah saya di tipi sebagai manusia yang tidak mengenal belas kasihan di acara tersebut.


Kemarin saya mendapat suatu pelajaran. Pelajaran tentang kesederhanaan di dalam keseharian dan semangat untuk berjuang tanpa air mata maupun meratapi nasib. Ijinkan saya bercerita tentang seseorang yang sangat saya hormati dan kagumi. Cekidot..


Pak Hasan adalah orang yang sangat saya kagumi tersebut. Pak Hasan adalah salah satu paramedis di klinik dimana saya bekerja 2 tahun yang lalu. Beliau dulu semacam preman orang yang disegani di kalangan orang Betawi dan klub-klub malam,karena beliau keluar-masuk di berbagai klub malam di Jakarta sebagi gali gentho petugas keamanan disana.
Sejak 12 tahun yang lalu sampai sekarang,Pak Hasan bekerja di klinik tempat saya bekerja dulu. Pak Hasan memiliki hampir selusin anak,yeah..n that means ada sekitar selusin pula mulut yang butuh diberi makan n dicukupi kebutuhannya.




Beliau sangat perhatian kepada saya n menganggap saya sudah seperti anaknya sendiri. Berhubung saya hidup sendiri di Jakarta,tanpa ada keluarga,maka saya pun juga sudah menganggap beliau sebagai ayah angkat saya,karena beliau banyak memberikan petuah-petuah dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan di Jakarta. Di hadapan teman-teman seprofesi saya yang lainnya pun beliau selalu memperkenalkan dirinya sebagai ayah angkat saya *terharu* dan walaupun sekarang kami tidak bekerja di klinik yang sama,namun kami tetap berhubungan baik dan selalu berkirim kabar di setiap kesempatan.


Ada 2 event yang pernah saya hadiri di kediaman beliau. Acara pertama yang berlangsung sekitar sebulan yang lalu adalah Pernikahan putri beliau. Kebetulan pesta pernikahan putri Pak Hasan berlangsung pada hari sabtu malam,dimana pada malam itu juga saya juga mendapat undangan pesta pernikahan dari teman satu profesi saya. Tapi,berhubung Pak Hasan yang mengundang saya langsung via telepon,maka saya pun mengharuskan diri saya untuk datang ke acara Pak Hasan tersebut.




Pada hari sabtu malam tersebut,saya dan paramedis saya berangkat ke acara pernikahan rekan satu profesi saya di sebuah gedung pertemuan di Kalibata. Setelah makan kenyang hidangan di Kalibata,saya dan paramedis saya tersebut meluncur ke daerah Salemba,belakang BPPOM,jl Percetakan Negara menuju vebeu yang ke-2,yaitu acara pesta pernikahan putri dari Pak hasan. Setelah berputar-putar karena sama-sama ga tahu jalan,tibalah kami di sebuah jalan dimana ada sebuah panggung dangdut lengkap dengan biduanita dan band pengiringnya sedang tampil. Dan tenyata,panggung itulah tempat pesta pernikahan putri Pak Hasan dirayakan.. WoW...
FYI: lagu yang ditampilkan pada saat itu adalah Mabuk Janda by Cucu Cahyati.. =D

Kami berdua langsung disambut dengan gembira oleh sang tuan rumah,Pak Hasan. Usut punya usut ternyata Pak Hasan mendapat sumbangan berupa band dangdutan ini. Kami langsung dipersilahkan makan [lagi]. Perut kami sebenarnya sudah hampir meletus karena kalap makan di kondangan yang pertama,tapi gandheng untuk menghormati tuan rumah,kami pun kembali menciduk nasi sepiring [lagi]. Oh noooooo...


Setelah perut kami dipenuhi Lasagna,siomay,dan makanan buffet di kondangan pertama, disini kami disuguhi makanan sederhana,segelas aqua,dan setangkai pisang mas untuk pencuci mulutnya dan saya pun memakan hidangan-hidangan tersebut sampai piring saya kosong. Sumpret,saat itu saya begitu terharu melihat ini semua. Perbedaan yang sangat kontras dari kedua pernikahan malam ini,namun sangat berkesan bagi saya. Kesederhanaan dalam pesta ini,mengingat kondisi Pak Hasan, Dan kebahagiaan dan kebanggaan Pak Hasan dalam menyambut saya dan memperkenalkan saya ke keluarganya sungguh membuat saya terharu. Kalau ga ada dangdutan disitu,mungkin saya sudah menitikkan air mata.. =D
Saya pun berusaha menikmati pesta ini,dan untunglah pada saat itu saya tidak salah kostum,karena saya mengenakan legging,rok mini,dan kebaya,,bukannya dress seperti yang sering saya pakai di pesta-pesta pernikahan lainnya. Bisa-bisa kalau saya pake dress ntar saya dikira salah satu dari biduanita dangdut yang ada.. =D
FYI: Biduanita-biduanita dangdut malam itu seksi sekali lho. Mbak Ischa Maricha pake hotpants item n kamisol putih blink-blink,sedang mbak Ana Manohara memakai hotpants jeans dan kamisol hitam..Tarrriiiiikkk maaannnggg... =D
Walaupun saya benar-benar menikmati pesta ini,namun tepat jam 11 malam,saya dan paramedis saya pun pamit pulang,karena bisa dipastikan nanti malam pasti terjadi tawuran gara-gara dangdutan tersebut.. (-.-")


Event yang kedua yang saya hadiri di kediaman Pak Hasan adalah pada saat saya melayat putranya yang meninggal kemarin pagi. Sekitar semingguan kemarin,putra Pak Hasan dirawat di rumah sakit. Saya dikabari oleh beliau sendiri bahwa putranya sedang sakit. Pada saat saya bertanya sakitnya apa,Pak Hasan berkata dengan tenangnya bahwa organ-organ putranya tersebut sudah ancur-ancuran,dan saya pun terhenyak tidak bisa berkata apa-apa maupun bertanya lebih lanjut. Baru akhirnya kemarin saya ketahui bahwa ternyata pada saat Pak Hasan menelpon saya itu beliau sudah mengetahui bahwa putranya tidak lama lagi hidup di dunia ini. dan seminggu kemudian,kemarin pagi,saya mendapat sms dari seorang teman saya mengabarkan bahwa putra Pak Hasan akhirnya sudah berpulang ke rumah Tuhan pagi itu [kemarin pagi.red].


Sore harinya sepulang bekerja,saya dan paramedis saya kembali bertandang ke rumah Pak Hasan,namun kali ini dengan suasana yang sangat kontras,tidak akan ada panggung megah,tidak akan ada mbak Ama Manohara,dan tidak akan ada gelak tawa disana. Kami berdua kembali disambut dengan gembira oleh tuan rumah,Pak Hasan,walaupun dengan situasi yang sangat berbeda. Saya salami dan cium tangan Pak Hasan,dan kemudian kami pun diajak masuk ke rumah Pak Hasan,dan dengan semangat saya menyambut ajakan Pak Hasan tersebut.


Setelah melewati gang senggol [yang terlalu kecil untuk bodi ndut semoq saya] dan masih melewati sebuah lorong [yang sangat-sangat terlalu kecil untuk pantat lebar berisi saya],saya pun akhirnya membuka sepatu sneakers saya dan memasuki sebuah rumah [atau lebih tepatnya sebuah kamar] yang berukuran 2x luas kamar kost saya. Situasi pertama saat saya memasuki rumah [kamar tersebut ada seorang balita tidur tergeletak di sudut ruangan tempat kami duduk lesehan [yang kemudian diketahui sebagai anak dari almarhum],dan ada seorang wanita yang sedang tidur tergeletak juga di tengah ruangan [yang kemudian diketahui sebagai putri Pak Hasan yang menikah sebulan yang lalu,adik dari almarhum].
FYI: di rumah [kamar] yang berukuran 2x luas kamar saya tersebut ada [minimal] 6 orang yang tinggal di dalamnya.

Saya kemudian menyalami dan mencium tangan istri dari Pak Hasan yang dengan ramah mempersilahkan kami masuk dan membangunkan putrinya yang tertidur. Pak hasan kemudian mengajak kami duduk lesehan di ruangan tersebut,dan saya pun duduk disamping balita yang tertidur tersebut.
FYI: Balita tersebut tertidur diantara tumpukan pakaian-pakaian yang belum sempat dibereskan.
Sempat sekali waktu saat tangan saya mencoba meraih tas saya,eh malah yang tersangkut di tangan saya adalah sebuah celana dalam pria.. watehek... =))
Coba kalo itu dalam situasi berbeda,misalnya celana dalam tersebut nyamgkut di tangan saya pada saat saya berkunjung di kamar teman saya,saya pasti udah melemparkan celdam itu sambil marah-marah atau misuh-misuh,,tapi gandheng situasinya seperti ini,saya pun dengan tenang meletakkan celdam itu tanpa mimik muka yang berubah maupun mengeluarkan kata makian.. =D #Pencitraan
Kemudian,ditemani suguhan teh botol, bapak dan ibu Hasan pun bergantian bercerita tentang kejadian seminggu ini. Saya tidak banyak bertanya dan hanya sesekali berkomentar saja karena metong gaye gimana mo tanya lebih lanjut. Saya pun hanya menyedot sedotan saya terus-menerus biar ga mati gaya dan mungkin tuan rumah berpikiran kalo saya haus banget kali yee.. =D


Tiba saat yang paling menyesakkan bagi saya yaitu pada saat Pak Hasan dengan matanya menerawang jauh berkata bahwa beliau sedih melihat cucunya yang balita tersebut. 
FYI: istri dari almarhum sudah meninggal 1 tahun yang lalu,n that means balita tersebut [dan kakaknya yang sudah kelas 5 SD] menjadi yatim piatu di usia mereka yang masih muda. 
OMG...that breaks my heart much...
Pak Hasan berkata bahwa bukan masalah biaya yang membuatnya sedih saat melihat cucu-cucunya tersebut,namun membayangkan masa depan kedua anak tersebut tanpa kasih sayang dari ibu-bapaknya sangatlah membebani Pak Hasan.
Saya sangat terenyuh mendengar hal tersebut dan saya langsung bersyukur kepada Tuhan bahwa walaupun mamah saya sudah dipanggil Tuhan,namun saya masih sempat mendapat kasih sayang dari mamah sampai saya kuliah,dan saya juga masih memiliki papah yang mengasuh saya sampai sekarang....
Dada saya langsung sesak mendengar hal tersebut,dan sangat terharu karena baik Pak Hasan maupun istrinya dengan tenang menceritakan semua ini,tanpa ada air mata ataupun backsound yang lebay pada saat bercerita. Dengan kesedihan yang mendera mereka,namun saya masih melihat secercah ketangguhan di mata mereka,dan itu yang seharusnya ditampilkan di televisi kita!!! Bukannya uraian air mata yang memuakkan.


Demikianlah sepenggal sosok Pak Hasan yang sangat saya kagumi dan hormati. 6 hari dalam seminggu beliau bekerja di klinik, dan pada hari beliau libur,beliau masih menjajakan dagangan alat-alat kesehatan kepada dokter hewan-dokter hewan di Jakarta dan Bandung demi mencukupi selusin mulut yang butuh diberi makan. Sungguh figur manusia perkasa. Figur yang dengan keras menantang kehidupan jakarta yang sanagt keras. Figur yang mengajarkan saya untuk terus berkembang di kota ini. Figur yang seharusnya ditampilkan di televisi-televisi kita. Tanpa uraian air mata dan belas kasihan,hanya keinginan dan usaha keras untuk menjalani hidup.

0 comments: