Dokter Bedah adalah Seorang Pecandu [part 2] ~ "I'm just a leaf,not a flower"
Dokter Bedah adalah Seorang Pecandu [part 2] | "I'm just a leaf,not a flower"

Kamis, 30 Juni 2011

Dokter Bedah adalah Seorang Pecandu [part 2]

Apa persamaan dan perbedaan antara seorang dokter bedah dengan seorang pesulap??


Persamaannya adalah, mereka sama-sama membuat hal yang menakjubkan, misalnya:
1. Menghilangkan barang yang tadinya ada menjadi tidak ada 
[Pesulap: menghilangkan koin dari balik tangan, Dokter bedah: mengamputasi kaki]


2. Membuat sesuatu yang tercerai-berai menjadi bersatu kembali 
[Pesulap: menyatukan kembali uang yang sudah disobek-sobek, Dokter bedah: menyatukan dan merekonstruksi tulang yang multipel fraktur]


3. Memindahkan sesuatu ke tempat yang tidak masuk akal [Pesulap: memindahkan koin ke balik telinga pemirsa, Dokter bedah: transplantasi organ]


4. Menghadirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada [Pesulap: mengambil kelinci dari dalam topi, Dokter bedah: memancungkan hidung yang pesek].



Lalu perbedaannya adalah, Pesulap melakukan hal-hal menakjubkan dan spektakuler tersebut di muka umum, panggung yang megah, disorot oleh berbagai media masa, dan disambut dengan tepuk tangan riuh dari penonton, sedangkan dokter bedah melakukan hal-hal tersebut di ruang tertutup dan hanya rekan-rekan satu tim bedahnya yang melihat keajaiban yang nyata itu, jauh dari ekspos media maupun pujian dari pemirsa.


----------


Malam ini saya tidak minum es teh sebanyak 3 gelas besar lagi. Saya juga tidak hangout dan makan pizza gretongan traktiran dari rekan saya. Malam ini saya hanya sendirian di kamar, menonton pilem serial makhluk jadi-jadian aneh [vampir dan werewolf] di tipi, sambil ditemani sepiring nasi goreng made in myself dan sebotol Heineken. Dan perbedaan yang paling mencolok adalah mata saya udah 5 watt, padahal jam di laptop saya masih menunjukkan pukul 20.23, secara tadi malam [atau lebih tepatnya tadi pagi] saya tidur jam 4 dini hari.


Anyway, tadi siang saya benar-benar dalam kondisi "ekstase" yang sempurna. Jantung berdebar-debar, banjir darah dimana-mana bak perang Vietnam, membuat genangan darah yang sangat mirip dengan empang ikannya emak di Muara Gembong, bahkan darah sempat muncrat ke muka saya yang tentu saja menambah jerawat di muka saya. Selama proses "ekstase" tersebut, saya takhenti-henti menggumamkan lagu Running Up That Hill-nya Placebo, sambil sesekali memberi aba-aba bak pelatih sepakbola, yang tentu saja diselingi beberapa gerutuan dan makian kecil [maupun besar] bila tiba-tiba darah mengucur atau menyemprot. Paramedis kami juga sempat menjadi korban semprotan saya tadi siang, gara-gara dia berisik menggumamkan beberapa komentar-komentar yang tidak jelas, dan kemudian saya menyuruhnya untuk menutup mulut. Yap, saya memang cukup galak bila dalam keadaan "ekstase" ini. =D


Singkat kata, tadi siang kami berhasil mengoperasi pasien kami yang telah membuat kami berhari-hari pusing, dengan penuh perjuangan. Keputusan yang kami buat ternyata benar, dan anjing tersebut kuat menjalani operasi yang sangat rempong tersbut. Sebuah kemenangan besar bagi kami, walaupun kemenangan tersebut tidak mengguncangkan dunia seperti sulapnya David Cooperfield di jaman saya SD. Sebuah kemenangan kecil yang hanya disaksikan oleh beberapa orang di ruang operasi saja, namun sungguh membayar segala jerih payah kami.


Tidak ada sorak-sorai dan tepuk tangan dari penonton. Tidak ada pula sorotan kamera dan lampu blitz dari media masa. But that's OK, I don't need that anyway. Karena, setelah berjam-jam berkutat dengan empang darah dan nanah yang berbau amis dan busuk, tidak ada hal yang paling menghibur selain melihat lantai berlumuran cipratan darah yang mirip dengan TKP-TKP di pilem-pilem CSI [atau lebih tepatnya ruang jagal], melihat wajah dan jilbab partner saya yang berlepotan cipratan darah, dan wajah kesal paramedis kami yang menggerutu karena tembok-tembok ruang operasi yang belum lama dia cat menjadi bermandikan cipratan darah lagi. Berhasil menghentikan air mancur darah, melihat tingkah laku teman-teman di ruang operasi, dan mendapat sebuah pengalaman mendebarkan sudah lebih cukup bagi saya. N all I can say is, Alhamdulilah Ya Allah....


----------




Sebelum operasi, saya berkata kepada partner saya, jikalau operasi ini sukses, maka saya akan meminum 1 botol bir malam ini sendirian, 1 botol penuh. Yap, saya sedang berusaha melaksanakannya saat ini. namun saya ternyata sama sekali tidak menikmati proses perayaan ini. Mengapa??

1. Botol Heineken saya buka dengan bantuan paku yang dipakai untuk menggantungkan gitar saya [maklum saya tidak punya pembuka botol], sehingga akibat tekanan tinggi di dalam botol, busa dari bir beserta sebagian cairan bir muncrat ke muka saya, dan tak ketinggalan muncrat kemana-mana membasahi kamar saya. Gitar, tipi, laptop, kulkas, dan kasur saya pun menjadi korban cipratan Heineken bodoh ini. Alhasil saya harus mengepel lantai kamar saya, mengelap peralatan elektronik saya, dan membersihkan sisa-sisa cipratan dari bir geblek ini. 
Kesimpulan : darah dan bir sama-sama hobi muncrat ke tembok dan muka.

2. Sebenarnya saya tidak menyukai minuman soda, karena saya tidak suka rasanya, dan lambung saya sensitif dengan soda. Tapi berhubung saya sedang merayakan peristiwa tadi siang, saya tetap meminum Heineken ini [yang rencananya 1 botol penuh], TAPI.............. belum habis setengah botol, perut saya sudah melilit-lilit, sehingga saya terpaksa meminum obat maag dan painkiller untuk lambung, dan sekarang saya sedang meringkuk di kasur dengan perut yang berbau minyak telon.



Well, tampaknya saya lebih menikmati proses muncratan darah, daripada muncratan bir. Dokter bedah memang ditakdirkan untuk kecanduan dengan muncratan darah, bukan muncratan minuman bir. Selera yang aneh. ;D





Whoever said winning wasn't everything, never held a scalpel.
-Meredit Grey, Grey's Anatomy s1e3-

0 comments: