Jadi ceritanya begindang, sore kemarin, saya dan Brigitta, my partner in crime, meluncur ke Central Park dengan busway yang penuh sesak. Sial bagi Briggy, dia terjebak di posisi berdesak-desakan dengan mas-mas (atau lebih tepatnya abege-abege) alay yang memiliki bau badan tak sedap. Dan untuk lebih melengkapi penderitaannya, ada bapak-bapak masuk dan menyerobot pegangan tanggannya yang sekali lagi baunya juga tidak sedap. Namun untunglah di saat yang genting itu, di depannya berdiri mbak-mbak berambut panjang yang rambutnya wangi, sehingga demi supplay oksigen yang segar, si Briggy terpaksa mengendus-endus dan menarik napas dalam tepat di depan rambut panjang wangi itu. OMG, poor Briggy.. =))
Sesampainya di Central Park, kami bergegas menuju Pullman Ballroom demi menghadiri perayaan Guiness Arthur's Day yang menampilkan konser The Script. Masuk di lobi Pullman Ballroom, ruangan telah dipenuhi para calon penonton yang bersemangat untuk menonton. Entry pass-nya memakai gelang karet hitam yang menarik. Karena gelang itu berfungsi menjadi ID pemakainya, yang bisa digunakan untuk mendapatkan free drink alias bir gretong. Dengan "mbecak" [lambat.red] akibat koneksi internet yang buruk kami berusaha log in ke akun fb kami di komputer yang disediakan oleh panitia, dan "the ndeso part"-nya adalah kami takjub melihat bahwa gelang kami tersebut bisa discan-kan nomor ID-nya di komputer tersebut secara otomatis. Woooowwww.. *ndeso*
The Script
Selesai log in dan registrasi, kami langsung masuk di antrian di depan pintu utama ballroom, menunggu pintu menuju TKP konser dimulai. Proses antri tsb berjalan sedikit ricuh karena antrian tidak tertib, tidak ada barisan antrian yang rapi. Lalu security di depan pintu kurang tegas dan malah terkesan seadanya. Selain itu pintu yang diantriin tersebut dibuka-tutup buka-tutup beberapa kali untuk keluar-masuk panitia yang tentu saja semakin membuat para penonton gatal dan gemas segera ingin masuk. Very seducing dan terlihat agak kurang koordinasi sepertinya. Dan yang paling membikin bete, pintu yang sebelah sudah dibuka dan penonton sudah pada masuk ke venue, sedangkan di bagian antrian saya pintu masih terbuka separuh dan penonton belum boleh masuk, WHT??!!! Akibat melihat pemandangan seperti itu, beranglah para penonton yang antri di depan, kemudian mereka berusaha mendobrak pintu yang terbuka separuh itu dan berdesak-desakan masuk ke venue. Saya dan Briggy yang berada di tengah tentu saja ikut terdesak dan untunglah karena kami sudah terlatih di konser-konser sebelumnya yang lebih "cadas" penontonnya, maka kami berhasil "survive" mendapat posisi cukup depan dan jelas. Yaahhh,, coba antriannya tertib pasti kami bisa dapat yang terdepan, karena "saingan" kami kebanyakan adalah mbak-mbak dan mas-mas yang nganterin pacarnya, sangat jauh dari "saingan" kami pada saat menonton konser Helloween. =D
Lanjooottt, setelah menetapkan posisi menonton, kami masih harus berdiri lebih dari 1 jam menunggu ada artis yang tampil di panggung. Hingga akhirnya pembawa acara muncul dan mempersilahkan salah satu bintang Indonesian Idol tampil untuk membuka acaranya. Terus terang saya dan Brigitta [dan kebanyakan penonton lainnya] tidak menyangka akan ada opening act sebelum The Script tampil, karena kami pikir ini adalah konser tunggal, bukan konser dengan konsep festival seperti JJF ato JRL. Dan ternyata bukan hanya si bintang idol itu saja yang membuka, namun juga Mike's feat Groovyland dan Gugun and The Blues Shelter ikut membuka konser ini, bukan hanya dengan 1-2 lagu, namun sampai 6 lagu untuk masing-masing band. (--")
Sebuah penantian yang menyiksa dan sangat membetekan. Kericuhan sebelum masuk venue dan menunggu sebelum artis pembuka tampil sudah sangat melelahkan. Apalagi penonton yang sudah lelah dan agak emosi tersebut harus masih menunggu lebih dari 1 jam si artis-artis pembuka tampil. Wow, sangat-sangat menjengkelkan. Sebenarnya artis-artis pembuka konser ini sangat-sangat bagus, apalagi Gugun and The Blues Shelter yang tampil sangat mengagumkan skill-nya. Baru kali ini saya liat mereka tampil live secara utuh, dan memang sangat berkwalitas, TAPIIIIIIIII..... masalahnya penonton termasuk saya dan Briggy sudah terkuras energinya dalam penantian ini. Apalagi tidak ada minuman yang bisa diminum, karena hampir kebanyakan penonton lagsung berdesakan untuk masuk ke venue tanpa membeli minuman dulu, dan juga karena harga air mineral sangat mahal 15 rebeng boookkk untuk 1 botol 500ml. (--")
Kram perut akibat dismenore semakin menguras fisik saya. Saya sudah sangat terbiasa berdiri berjam-jam tanpa jeda, namun kali ini penantian ini benar-benar menyiksa. Sakit kram perut yang meronta-ronta akibat tamu bulanan ini sangat menyiksa sodarah-sodarah, dan sialnya saya lupa memakan pain killer sebelum berangkat. Yang dapat saya andalkan kali ini hanyalah hormon Adrenalin alami dari tubuh yang bisa menimbulkan efek pain killer, namun sayang sekali karena penantian yang membetekan ini, band-band pembuka tidak dapat menaikkan hormon adrenalin saya. What I need is just The Script, begitu juga dengan para penonton yang lain yang sudah tampak sangat-sangat bete. Daaaannnn,, yang lebih membetekan lagi adalah panitia memberi jeda waktu 20-30 menit dan menyuruh penonton minum dulu sebelum penampilan The Script. Whaaaatt????!! Are u kidding??!! Penonton-penonotn ini udah mengantri berjam-jam demi mendapat spot yang bagus, ya jelas ga mau lah mereka meninggalkan spot bagus mereka demi membeli minuman, dan alhasil bertambahlah kebetean mereka.
Saya dan Briggy sudah terduduk di lantai karena kelelahan, dan kami mulai linglung dan tidak fokus dengan tujuan kami sebelum datang ke konser ini. Di sekeliling saya banyak penonton yang terduduk dan membenamkan muka mereka di kaki, ada yang main game di hapenya [karena sinyal di venue benar-benar buruk rupa], dan para mbak-mbak yang datang bersama pacarnya semakin menggelendot ke pacarnya. Untunglah kebetean itu tidak berjalan lama, karena 10 menit dari Gugun and The Blues Shelter turun panggung, The Script menggebrak penampilan mereka dengan lagu "You don't feel a thing" dan langsung disambut antusias oleh penonton. Penampilan Danny, sang vokalis benar-benar enerjik dan berhasil menyihir para penonton yang tadinya dilanda galau dan bete akibat penantian dan kelelahan berkepanjangan. "We Cry" dan hit paling terkenalnya "The man who can't be moved" disambut dengan koor panjang dari hampir semua penonton. Dan hal tersebut membuat senyum para personel The Script semakin lebar, karena mereka tidak menyangka bakal disambut begitu antusias oleh penonton yang berkilo-kilometer jauhnya dari rumah mereka. Lagu "If you ever come back" didedikasikan kepada penonton Jakarta oleh Mark sang gitaris, karena ternyata 11 tahun yang lalu beliau beserta Danny pernah menjadi backpacker di Jakarta. Benar-benar sebuah nostalgia yang indah.
Lagu-lagu bernuansa galau seperti "Nothing", "Science and Faith", "Dead man walking", dll semakin menyihir kami. You know, ada saatnya kita capek mendengar lagu-lagu full skilled yang dibawakan oleh band-band full skilled favorit kita, dan pada saat itulah kita membutuhkan lagu-lagu galau ringan namun masih dengan musikalitas indah seperti Coldplay, Stereophonics, One Republic, Owl City, Lifehouse, The Calling, dll. Dan The Script memenuhi kriteria sebagai musik penghibur galau yang ringan namun tetap dengan musikalitas yang bagus. Seperti kata si Briggy, "The Script pinter kalo bikin intro. Intronya mudah diingat dan mengena.", dan kata-kata beliau memang tepat. Lirik, intro, dan unsur kegalauan lagu-lagu The Script memang pas, sehingga pada saat intro "Breakeven" dimainkan, saya langsung melonjak-lonjak kegirangan dan berteriak-teriak, lupa dengan kram perut dismenore saya. Yap, adrenalin sudah saya dapatkan dan menyembuhkan kram perut saya. Sungguh obat yang mujarab dan tanpa efek samping. Yes, I'm falling to pieces this time. =)
Oiya lupa, jadi selama penampilan The Script, lagi-lagi Briggy mendapat sial karena :
1. Kamera DSLR dilarang dibawa, sehingga dia terpaksa membawa pocket kameranya yang 4 mega pixel [ga beda jauh ma kamera hape saya] dengan batere yang cukup sarap sehingga membuat dia cukup frustasi sehingga akhirnya dia memuturkan untuk memasukkan kameranya ke dalam tas, dan dia fokus untuk berjoget dan bernyanyi.
2. Ada mbak-mbak di sebelahnya yang sangat rempong. Mbak-mbak itu membawa 1 kamera digital, dan 2 hape. Sepanjang pertunjukan dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyodok kiri-kanannya, sehingga memakan ruang gerak orang-orang disekitarnya. Jadi ceritanya sepanjang pertunjukan dia berusaha merekam pake kamera digitalnya, beserta kedua hapenya. Bayangin betapa rempongnya dia. Dan saya perhatikan, dia sama sekali tidak ikut bernyanyi ataupun berjingkrak-jingkrak, hanya sibuk merekam saja. WTH, Who the hell is she?? A spy?? (--")
PS : mbak-mbak tersebut ga pake deodorant, karena busyet bau badannya menyengat bookkk.. (--")
Anyway, setelah encore "For the first time", saya dan Briggy kemudian bergegas berburu bir gretong di side bar. Dan sesampainya di I, mas-mas penjaganya berteriak-teriak, "Bir gratis-bir gratis...", yang kemudian disusul saya dan Briggy mengambil masing-masing 1 kaleng. Karena dehidrasi dan sangat-sangat kehausan, saya langsuung membuka kaleng bir saya, dan menegaknya beberapa teguk. Blaaahh, terpaksa...gara-gara kagak ada air putih. Padahal saya paling tidak suka bir hitam, tapi apa boleh buat. Dan sejak saat itu, saya jadi mengerti bagaimana perasaan Tuhan Yesus ketika disalib dan kehausan, namun hanya diberi anggur asam yang diberi empedu pahit. =(
Anyhoo, saya dan Briggy sempat bernarsis-narsis dengan kamere hape 3,2 mega pixel saya [sama patheticnya dengan kamera digital Briggy] karena kamera digital 4 mega pixel Briggy metong. Yah biarpun hasilnya pas-pasan, luweh lah.. yang penting bisa ngalay. =D
Overall, I really enjoy this nite. ;)
0 comments:
Posting Komentar