"As doctors, we're trained to give our patients just the facts. But what our patients really want to know is - will the pain go away? Will I feel better? Am I cured? What our patients really want to know is - is there hope?" -Meredith Grey, Grey's Anatomy-
Sebagai seorang dokter, selama ini saya sudah terbiasa untuk berpegang teguh pada fakta dan temuan yang ada pada diri pasien. Sehingga semisal saya telah mendapati hasil pemeriksaan klinis dan laboratorik pasien, saya akan menginformasikan fakta-fakta tersebut, kemungkinan terapi, beserta kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam perjalanan penyakit, beserta kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Patut saya garis bawahi, pernyataan yang paling saya tekankan kepada klien saya terutama adalah worst case scenario yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit pasien. Mengapa? Karena hal tersebut dilakukan dalam rangka menghindari ekspektasi berlebihan dari klien, dan untuk menyiapkan klien agar tidak terlalu shock bila worst case scenario tersebut terjadi. Selain itu, secara pribadi, saya melakukan tersebut juga demi memproteksi diri dari teror dan tuntutan yang bisa saja terjadi bila worst case scenario tersebut terwujud dan tidak diinformasikan sebelumnya kepada klien. Berkesan seperti paranoid berlebihan yak?? Yeah, memang seperti itu adanya.
I'm not saying that I don't believe in hope. Nama saya saja mengandung 6 huruf yang ada di dalam kata "believe", jadi sudah seharusnya saya menjadi seorang "believer". Namun ada saatnya menjadi seorang "believer" itu sangat sulit. Setelah mengetahui fakta bahwa mama saya mengidap diabetes dan penyakit jantung, saya berdoa agar Tuhan meringankan penyakitnya tersebut, namun ternyata Tuhan memanggil mama saya. Saat anjing pitbul saya, Mimo [induk dari 4 ekor pitbul yang fotonya terpajang di halaman atas blog ini] dioperasi caesar, saya memohon kepada Tuhan agar saya masih bisa bertemu dengannya bulan depan pada saat saya pulang kampung, namun ternyata 1 minggu sesudah operasi caesar, Mimo mengalami anemia dan trombositopenia dan memanggilnya untuk menemani mama di surga. Begitu juga saat Nandes [anak anjing pitbul yang paling kanan di foto] dicek darah setelah mengalami sesak nafas akut, setelah mengetahui hasil darahnya dan ascites yang dideritanya, saya berdoa agar sahabat saya bisa membantu untuk mengobati dan memulihkan Nandes, namun apa yang terjadi sekuat apapun sahabat saya berusaha mengobatinya, akhirnya dia harus menidurkan [menyuntik mati.red] Nandes karena kerusakan organ-organ dalamnya terlalu parah, yaitu kanker paru-paru dan nekrosis hati. Mengingat beberapa pengalaman-pengalaman tadi, kadang saya menjadi lupa bahwa faktor "hope" dan "believe" sebenarnya masih ada.
Beberapa hari ini merupakan hari-hari yang membuat emosi saya bergejolak. Kondisi teman saya, Bella yang terbaring di ICU benar-benar mempengaruhi emosi saya. Sesedikit apapun info tentang kondisi terbaru Bella sangatlah berharga dan dinanti-nanti. Melihat kondisinya di hari sabtu dan kabar bahwa pada hari minggu dipasang ventilator, saya berdoa kepada Tuhan menyembuhkan Bella. Namun deep in my mind selalu terbayang worst case scenario yang ada. Well, terkadang mengetahui terlalu banyak itu menyebalkan. Sebagai dokter hewan, walaupun saya tidak menangani manusia, namun secara keilmuan saya mengerti fakta-fakta yang ada, dan fakta-fakta tersebut dapat saya jalin prognosisnya alias kemungkinan akhir perjalanan penyakit. Sehingga melihat fakta yang saya lihat dan saya dengar tentang Bella menjadikan saya sulit untuk menjadi "believer". Saya sedikit melupakan adanya faktor "hope". Seandainya saya seorang awam yang tidak mengerti apa-apa tentang medis, saya tentu sudah mengandalkan "hope" dan "believe". Namun sebagai pelaku medis, hal tersebut lebih susah untuk dilakukan. Yeah, knowing to much is suck sodara-sodara!!
Senin siang, saya sms suami Bella dan mendapat kabar bahwa ventilator masih terpasang, begitu juga dengan hari selasa. Hari rabu, saya mendengar kabar burung kalau paginya kondisi Bella memburuk bahkan sempat koma, entah itu gosip ato apapun berita tersebut benar-benar mempengaruhi emosi saya kemarin. 2 pulpen dan 1 gunting melayang dari tangan saya, 1 film x'ray terbakar gara-gara saya dengan konyolnya lupa menutup pintu kamar cuci x'ray, seorang nenek bawel saya jabanin adu mulut di telpon, dan seorang pegawai di klinik saya sewoti dan omelin sepanjang hari. Malam harinya, ada kabar lagi kalau ventilatornya sudah dilepas dan kondisi Bella sudah stabil. Saya benar-benar surprised dan terkejut dengan kabar tersebut, doa saya terjawab!!! Namun, malam tadi saya belum bisa benar-benar percaya, karena saya takut kalau itu hanyalah hoax ato gosip semata yang nanti malah akan menghancurkan hati bila ternyata faktanya tidaklah demikian. Saya bagaikan Thomas yang tidak mau percaya bahwa Tuhan yesus sudah bangkit sebelum dia mencucukkan jarinya ke lubang bekas paku di tangan Yesus. Hey Thomas, we're totally jackasses..
Siang ini, saya kembali ke RSPAD, dan kali ini bersama dengan Indri dan Ninuk. Kami berbincang dengan orang tua Bella dan suami Bella, dan mereka semua mengatakan bahwa kondisi Bella memang sudah stabil dan sudah bisa berkomunikasi. Ibu Bella tampak lelah sekali, tampak lebih lelah daripada hari minggu kemarin, namun tampak senang dengan kedatangan kami. Dan saat ibunya mengatakan kalo Bella belum boleh dijenguk, saya spontan berkata kepada beliau, "Gapapa Bu, saya kesini mo ndolani Ibu kok..". Well, kadang kita terlalu terpaku pada kondisi pasien yang sakit, namun kita sering lupa bahwa orang-orang di sekitar pasien juga ikut "sakit". Mereka bisa lebih "sakit" daripada si pasien. Oleh karena itu, saya mengajak teman-teman untuk mendoakan juga suami, orangtua, dan keluarga Bella agar mereka juga bisa "sembuh" dari kondisi ini.
Anyhoo, saat kami berbincang dengan suami Bella, terdengan panggilan untuk keluarga Bella, dan ternyata Bella harus HD [hemodialisis/cuci darah] lagi di unit HD lantai 3. Bapak Bella mengajak kami bertiga naik ke lantai 3 agar bisa sepintas mengintip Bella pada saat HD. Kami bergegas ke lantai 3 dan ternyata Bella belum sampai di unit HD. Tak lama kemudian rombongan dari ICU yang membawa bed Bella datang. Saya berdiri untuk mendekati gledekan bed-nya, dan "Pssssssssttttt..... Belll.." panggil saya sambil melambaikan tangan dan tersenyum lebar kepada Bella saat bed-nya melintasi saya. Bella yang mendengar panggilan saya tadi tampak kaget melihat kehadiran saya, dan melambaikan tangannya kepada saya. Dan saat itu juga senyum saya bertambah lebar dan seketika itu juga saya menjadi seorang "believer". Bagaikan Thomas yang tersungkur dan berseru "Tuhanku dan Allahku.." saat melihat Yesus benar-benar bangkit. Her waving hands means so much to me dan benar-benar menyadarkan saya. Thank u God.. I am so sorry Dude for forgetting how to believe. Terimakasih Bella, u make me a believer again.
"But, inevitably, there are times when you find yourself in the worst case scenario. When the patient's body has betrayed them and all the science we have to offer has failed them. When the worst case scenario comes true, clinging to hope is all we've got left." - Meredith Grey, Grey's Anatomy-
(*) OST bikin postingan ini : Words [I never said] - Skylar Grey [link]
Always in a rush. Never stay on the phone long enough. Why am I so self-important? Said I'd see you soon. But that was, oh, maybe a year ago. Didn't know time was of the essence. (*)
2 comments:
:)
Hope is a good thing, maybe the best of things, and no good thing ever dies.
semoga mbak Bella diberi kekuatan untuk sembuh ya mbak, dan keluarga nya juga :)
*bighug*
@Sasha Xaphie Amin!!! "no good thing ever dies", tampaknya patut saya camkan dalam2 niy. Thank u sha for reminding me. :*
Posting Komentar