Empati vs Eksploitasi ~ "I'm just a leaf,not a flower"
Empati vs Eksploitasi | "I'm just a leaf,not a flower"

Rabu, 31 Agustus 2011

Empati vs Eksploitasi

Pertama-tama, mumpung baru suasana lebaran, maka saya ucapkan Selamat Idul Fitri bagi teman-teman tercinta. Mohon maaf bila ada postingan-postingan saya atau perbuatan saya sehari-hari tidak berkenan di hati teman-teman. Mohon maaf juga, sehubungan dengan sepinya Jakarta, maka bertambah berisik lah saya di blog ini. Semoga teman-teman tidak bosan dengan keberisikan dan kegamblehan saya ini. =D


Kemarin ketika saya sedang berjalan menyusuri kompleks perumahan kost saya, saya bertemu dengan seorang ibu pengemis. Usianya masih setengah baya, belum tua-tua amat, dan beliau masih bisa berjalan dengan tegak dan dengan anggota badan yang utuh. Ketika itu saya sedang menyeberang jalan, dan ibu pengemis itu pun mengejar dan mengikuti saya menyeberang dan dengan suara mengiba dan dengan suara seperti mau menangis berkata kepada saya, "Minta uangnya neng... Untuk makan, untuk beli beras... *diselingi suara seperti sesenggukan* Udah 3 hari saya ga makan.. blablablablabla....". 



Sebenarnya saya berniat untuk cuek saja, namun melihat dan mendengar suara "sesenggukan" ibu pengemis itu saya pun menghentikan langkah saya dan berbalik ke arah dia. Melihat saya berbalik melihat ke arahnya, ibu pengemis itu pun semakin keras dalam merapal mantera-mantera penuh iba dan begitu juga dengan suara sesenggukannya. Kemudian saya mengaduk-aduk tas saya mencari-cari dan membuka dompet saya, mengambil selembar uang, dan berkata kepada ibu pengemis itu, "UDAH DEH KAGAK USAH NANGIS!! GA MEMPAN NANGISNYA BUAT SAYA BU!!!". Setelah berseru demikian kepada ibu itu, saya pun menyerahkan lembaran uang itu kepadanya, lalu langsung berbalik berjalan meninggalkan dia.


Saya tidak tahu apakah ibu itu pengemis beneran, atau pengemis musiman, atau malah aktris pengemis yang sedang berperan di acara reality show yang mengeksploitasi kemiskinan [baca juga postingan ini]. Yang saya tau, intuisi saya mengatakan kalau semua yang dikatakan ibu pengemis itu lengkap dengan tangisan sesenggukannya adalah palsu belaka dan itu sama sekali tidak mempan untuk membuat saya iba. Saya sama sekali tidak merasa berempati terhadap ibu itu, karena tindakannya sangat-sangat lebay, termasuk semua mantera dan akting nangis yang ditunjukkan oleh dia. Seandainya beliau tidak berpura-pura nangis, mungkin saya cuma akan cuek terhadap dia saja, namun karena dia pake acara akting nangis segala dan saya sangat tidak menyukainya, maka tanpa saya sadari saya ternyata "menyemprot" ibu itu. <-- bukan perbuatan baik, maapkan saya, JANGAN DITIRU!! (--")


Ah entahlah, tindakan spontan saya memang aneh. But, what i'm trying to say is, Eksploitasi kemiskinan is definitely not my type of something that could empathyze me. Entah itu karena tangisan palsu, kata-kata lebay-nya, atau tema yang disuguhkan?? Semuanya tidak menggerakkan hati saya, dan malah berkesan annoying.


Sore harinya, setelah bangun dari tidur sore sambil mengucek-ucek mata, saya menonton serial televisi favorit saya, NCIS. NCIS [Naval Criminal Investigative Service] berkisah tentang satuan dibawah US NAVY, yang bertugas sebagai penyidik kejahatan yang melibatkan marinir Amerika. Pada episode ini ada seorang marinir bernama Lt. Roy Sanders yang datang menemui Gibbs, tokoh sentral serial ini, team leader dari tim investigasi NCIS, untuk memintanya menyelidiki  suatu kasus pembunuhan. Gibbs lalu bertanya kepada letnan tersebut, pembunuhan siapa yang dia minta untuk diselidiki. Dan marinir tersebut pun menjawab, "Mine...", sambil mencabut segenggam rambut dari kepalanya [Ep. Dead man Walking].


Selidik punya si sidik, letnan ini ternyata marinir yang bertugas sebagai pemeriksa radiasi di reaktor-reaktor nuklir. 2 hari belakangan ini dia merasa ada yang salah dari dirinya karena dia mulai muntah-muntah dengan hebat, sesak nafas, dan rambutnya mulai rontok. Dari situ dia berkesimpulan bahwa ada yang sedang berusaha meracunnya dengan bahan radioaktif, dan oleh karena itu dia meminta Gibbs untuk menyelidiki kasus yang dideritanya tersebut.


Saat letnan tersebut datang ke NCIS Headquarters, salah seorang anggota tim Gibbs, yaitu Ziva David merasa pernah bertemu letnan tersebut, namun Ziva tidak dapat mengingat dimana dia pernah bertemu orang tersebut. Agar Ziva dapat mengingat dimana dia bertemu marinir itu, maka oleh Gibbs, Ziva kemudian ditugaskan untuk mengawal letnan tersebut selama berada di rumah sakit, dan ditugaskan pula untuk mencari informasi tentang keseharian dan apa saja yang dilakukan marinir tersebut selama 2 hari itu. Ziva mulai berbincang-bincang dengan letnan itu, mendengar cerita letnan itu tentang banyak hal, dan mencatat kegiatan sehari-harinya. Letnan tersebut mulai bercerita bahwa 2 hari yang lalu, seperti biasa dia mengawali hari dengan berlari sepanjang 12 km pada jam 5.30 pagi di suatu tempat yang ternyata dikenal oleh Ziva. Ziva terkejut dan mulai teringat dimana dia pernah bertemu marinir itu. Saat letnan itu menyebutkan rute joggingnya, Ziva menyambar mengatakan bahwa saat jogging letnan itu pasti berpapasan dengan seorang gadis berjaket kuning, dan letnan itu membenarkannya. Letnan tersebut heran kenapa Ziva bisa mengetahui hal itu, dan kemudian Ziva pun mengatakan bahwa gadis berjaket kuning itu tidak lain adalah Ziva itu sendiri. Jadi setiap hari mereka selalu berpapasan ketika masing-masing sedang jogging di rute dan jam yang sama, Ziva dengan jaket kuningnya dan letnan itu dengan topi merahnya. 




Seiring dengan persamaan mereka dan obrolan-obrolan mereka selama sehari-semalaman itu, maka bertambah dekatlah Ziva dengan Lt. Sanders tersebut. Namun sayang sekali letnan tersebut bertambah lemah dan parah tingkat radiasinya, dengan kata lain Lt. Sanders sudah sekarat. Si letnan pun tau bahwa hidupnya tidak lama lagi, sehingga dia meminta Ziva untuk membantunya membuat surat warisan untuk adiknya. 


FYI: Ziva David merupakan agen Mossad yang ditugaskan sebagai liason officer di NCIS. Jadi karakter Ziva disini adalah emotionless, tenang, pembunuh berdarah dingin, dan jarang sekali tersentuh dengan hal-hal yang mengharukan [benar-benar kebalikan karakter saya yang ekspresif]. 


Melihat ketulusan hati letnan tersebut terhadap adiknya dan kecocokan antara mereka berdua, maka Ziva pun tersentuh dengan kepribadian letnan itu, dan mulai menyukainya. Dari situ hubungan dan chemistry mereka pun semakin terjalin.


Sayang sekali, di akhir episode, letnan ini tampak hampir mendekati waktu ajalnya. Dan di tengah parahnya sakit yang dideritanya, letnan ini meminta Ziva untuk berjalan-jalan di taman. Settingan last scene episode ini sangat indah. Di taman yang indah ada sebuah bangku, dan mereka berdua duduk di bangku itu. Ziva kemudian memakaikan topi merah itu di kepala Roy, dan berkata, "Now I remember you..", sambil tersenyum. 
Roy Sanders kemudian bertanya kepada Ziva, bila ia nantinya mati, dan seandainya mereka tidak bertemu dalam keadaan demikian, apakah Ziva akan pernah menyadari kalau dia tidak melihat pria bertopi merah lagi yang selalu berpapasan dengannya setiap hari. Dan Ziva pun menjawab bahwa mungkin dia akan menyadari sudah tidak ada pria bertopi merah lagi. Kemudian Lt. Sanders mengakui bahwa selama ini dia melewati rute jogging itu dan memakai topi merah adalah demi menarik perhatian gadis berjaket kuning, alias Ziva. Jadi selama ini [selama sehat] pria tersebut diam-diam menyukai Ziva tanpa Ziva sadari. Ziva terhenyak karena baru sekarang dia mengenal dan merasa cocok dengan pria yang tepat, dan sayang sekali pria tersebut sekarang sudah dalam keadaan sekarat. Benar-benar moment yang sangat buruk dan tidak tepat. Lt. Sanders kemudian bertanya untuk terakhir kalinya, apakah Ziva akan mengingat dia, dan Ziva pun menjawab, " I won't forget you now." dengan dingin dan wajah datar, kemudian tangan Ziva yang kecil menggenggaman tangan tangan Lt. Sanders yang besar. End of scene. 


NOTE: Di episode lanjutan setelah ini [ep. Skeleton] dikisahkan bahwa Lt. Roy Sanders telah meninggal.


Akhir yang sangat sedih dan cukup mengena bagi saya. Film serial action, namun memiliki sisi mengharukan yang sangat indah. Tidak ada kata-kata berlebihan, apalagi air mata. Yang ada hanya wajah datar dan dialog cerdas yang tek-tok antara keduanya. Yah itu lah sesuatu yang bisa membuat saya berempati. Bukan tangisan kere atau mantera-mantera yang mengiba-iba, namun hanya chemistry yang tepat dan ekspresi yang jujur, tidak lebay.

NOTE: Nilai plus yang lain untuk NCIS episode ini adalah pemeran Lt. Roy Sanders disini adalah Matthew Marsden yang adalah ganteng abis.. *wink*


Yah mungkin bukan perbandingan yang tepat, antara pengemis yang cari duit, dengan kisah kasih terlambat sampai. Namun the point is, empati bisa ada di dalam ekspresi yang jujur, tidak peduli bagaimana wujud dan cara mengekspresikannya, tidak perlu membebaninya dengan eksploitasi yang berlebihan *oplo siiihhhh*. Hmmm,, cuma 2 cerita ga penting di hari yang sama ini yang pengen saya tuliskan disini. Tidak ada kesimpulan, dan tidak ada kata mutiara yang bisa dituliskan. Hepi Idul Fitri teman-teman, selamat berkumpul dengan orang-orang yang kalian sayangi.. :*


pic source [here]


0 comments: